Powered By Blogger

Kamis, 27 Maret 2014

MACAM-MACAM SENSOR SUHU

Bimetalic Temperatur Sensor

Thermocouples
alat ini berfungsi sebagai sensor suhu rendah dan tinggi antara 3000F sampai 30000F. Alat ini dibentuk dari dua buah penghantar yang jenisnya berbeda seperti besi dan konstantan yang dililit bersamaan. Sensor suhu ini digunakan oleh Johan Seebeck pada tahun 1820 dengan namanya Efek Seebeck. Berikutnya ada Thermistor, atau bisa disebut juga dengan Thermal Resistor atau Thermal Sensitive Resistor. Alat ini berfungsi untuk mengubah suhu menjadi hambatan listrik yang berbanding terbalik dengan berubahnya suhu. Semakin tinggi suhu maka semakin kecil hambatan listriknya. Thermistor biasanya terbuat dari bahan oksida logam campuran, kromium, kobalt, tembaga, besi, atau nikel. Thermistor memiliki tiga bentuk antara lain; butiran, keping, dan batang.

Resistance Temperature Detectors
Resistance Temperature Detectors. Alat ini fungsinya adalah untuk mengubah suhu menjadi hambatan listrik yang sebanding dengan perubahan suhu. Semakin tinggi suhu, maka hambatan listriknya semakin besar. RTD adalah sensor suhu yang terbuat dari kumparan kawat platinum pada papan pembentuk isolator. Alat yang terakhir adalah IC LM 35, fungsinya untuk mengubah suhu menjadi tegangan tertentu yang sesuai dengan perubahan suhu. Alat ini paling terkenal karena mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Alat ini biasanya digunakan pada sistem monitor rumah kaca atau sensor suhu ruang pada laboratorium kimia.

Thermistors


Integrated Circuit Temperature Sensor
•Integrated Circuit Temperature Sensor
  Ada 2 jenis:
  1. Seri LM34 : dalam skala Fahrenheit
  2. Seri LM35 : dalam skala Celcius
•Pada seri LM35
  Vout=10 mV/oC


  Tiap kenaikan 1oC akan menghasilkan kenaikan tegangan output sebesar 10mV

•Suhu lingkungan di deteksi menggunakan bagian IC yang peka terhadap suhu
•Suhu lingkungan ini diubah menjadi tegangan listrik oleh rangkaian di dalam IC, dimana perubahan suhu berbanding lurus dengan perubahan tegangan output.
•Pada seri LM35
  Vout=10 mV/oC
  Tiap perubahan 1oC akan menghasilkan perubahan tegangan output sebesar 10mV

•Kelebihan:
  Rentang suhu yang jauh, antara -55 sampai +150 oC
  Low self-heating, sebesar 0.08 oC
  Beroperasi pada tegangan 4 sampai 30 V
  Rangkaian tidak rumit
  Tidak memerlukan pengkondisian sinyal
•Kekurangan:
  Membutuhkan sumber tegangan untuk beroperasi
  
•Rancangkan suatu sensor suhu menggunakan IC LM35 yang mengikuti spesifikasi;
   Interval : 16-360C
   sumber tegangan : 5 V


   Output : 0.1V/0C
•We know that LM35 has an operating range of -550C to 1500C and suplay voltage range of 4V-30V so there are no problems with range and supplay voltage requirements,
•But there are problem at output because the specification also call for 0.1V = 10C, which is ten times greater than LM35 output
•So that we can use op-amp to increase output voltage ten times greater. The gain of amplifier can be set to ten times by proper selection of resistors at op-amp




Kamis, 20 Maret 2014

Thermocouple

Thermocouple adalah sensor  suhu , thermocouple sering digunakan untuk industri pengolahan minyak atau baja.
Thermocouple adalah transduser  suhu aktif yang tersusun dari dua buah logam berbeda dengan titik pembacaan pada pertemuan kedua logam dan titik yang lain sebagai outputnya. Thermocouple merupakan salah satu sensor yang paling umum digunakan untuk mengukur suhu karena relatif murah namun akurat . Thermocouple dapat beroperasi pada suhu panas maupun dingin.

Konstruksi Thermocouple





Pada kondisi level noise yang tinggi, Sensor suhu termokopel memiliki nilai output yang kecil,  agar nilai output tersebut dapat dibaca Thermocouple memerlukan pengkondisi sinyal.

Sejarah Thermocouple

Berasal dari kata “Thermo” yang berarti energi panas dan “Couple” yang berarti pertemuan dari dua buah benda.
Tahun 1821 ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck menemukan fenomena thermoelectric pertama kali, Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Ini di karenakan aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut dikenal dengan efek Seebeck.

Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Sir William Thomson, menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya. Efek Seebeck, Peltier, dan Thomson inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.

Rabu, 19 Maret 2014

WHAT IS A THERMOCOUPLE? 

 In 1821, Thomas Seebeck discovered if metals of two different materials were joined 
at both ends and one end was at a different temperature than the other, a current was 
created. This phenomenon is known as the Seebeck effect and is the basis for all 
thermocouples. 


 T1 T2 



 A thermocouple is a type of temperature sensor, which is made by joining two 
dissimilar metals at one end. The joined end is referred to as the HOT JUNCTION. 
The other end of these dissimilar metals is referred to as the COLD END or COLD 
JUNCTION. The cold junction is actually formed at the last point of thermocouple 
material 

 Positive leg 

 Hot junction Cold Junction 
(Joined End) 

 Negative leg 

 Certain combinations of metals must be used to make up the thermocouple pairs. 

 If there is a difference in temperature between the hot junction and cold junction, a 
small voltage is created. This voltage is referred to as an EMF (electro-motive force) 
and can be measured and in turn used to indicate temperature. 

 The voltage created by a thermocouple is extremely small and is measured in terms of 
millivolts (one millivolt is equal to one thousandth of a volt). In fact, the human body 
creates a larger millivolt signal than a thermocouple. 

 To establish a means to measure temperature with thermocouples, a standard scale of 
millivolt outputs was established. This scale was established using 32 deg. F (0°C) as 
the standard cold junction temperature (32 deg. F (0°C) = 0 millivolts output). THERMOCOUPLE THEORY 
 Page 2


COLD JUNCTION COMPENSATION 

 As we mentioned earlier, the last point of thermocouple material is known as the cold 
junction. The amount of output the t/c produces is determined by the difference 
between the hot junction and the cold junction temperatures. The cold junction 
temperature must be known to accurately determine the temperature. 

 Lets look at the following examples; 
 If we had a thermocouple in a heat treat furnace and wanted to know what 
temperature it was in that furnace, we could attach a voltmeter to the cold junction 
and measure the voltage. 
 Let’s say that the furnace is operating at 1000 deg. F. and it is 100 deg. F at the 
cool end of the T/C. Since we said that a T/C measures the difference between the 
hot and cold junctions, our formula would be: 

 1000 (hot junction) - 100 (cold junction) = 900 deg. F. 

 There seems to be a problem since we said that the furnace was at 1000 deg. F. 
This brings us to COLD JUNCTION COMPENSATION. 

 COLD JUNCTION COMPENSATION is usually done automatically by the measuring 
instrument. The instrument measures the temperature at the cold junction and adds it 
back to the equation. 

 1000 (hot junction) - 100 (cold junction) = 900 deg. F + 100 deg. F 
 (cold junction temp) = 1000 deg F 

 This way the instrument indicates the actual temperature of the hot junction. 

 This COLD JUNCTION compensator is usually located at the terminals on the back 
of the indicating instrument and you must maintain T/C material all the way to this 
point. 

 For a thermocouple to function properly, there must be no other metals used between 
the hot junction and the cold junction. If wire is needed to connect the T/C to the 
indicating instrument, the leadwire must be made of the same material as the T/C. 

 It is acceptable to use terminal blocks and lugs made of plain copper in a 
thermocouple circuit as long as the positive and negative terminals are at the same 
temperature. (Example: terminal blocks in heads or spade lugs on wire) 

 If you were to use plain copper wire instead of T/C extension wire to run to the 
instrument, your cold junction would be formed at the junction between the copper 
and the T/C wire. This junction would most likely not be at the same temperature as 
the back of the instrument where the compensator is located. This would then create 
an error in the indicated temperature. THERMOCOUPLE THEORY 
 Page 3


 If a customer were to use the wrong T/C extension wire, the same problem could 
appear. This is why we must use the correct T/C extension wire on our assemblies. 

 It is also acceptable to have a third metal in the hot junction as long as that metal is at 
the same temperature as the thermocouple material. 


REFERENCE TABLES 

 There are printed tables that show the temperature vs. millivolt output figures. These 
reference tables are all based on the cold junction being at the freezing temperature of 
water (32 deg F or 0 deg C). 
 We use these tables in our Certification Lab along with ice baths to make our cold 
junctions at 32 deg. F. 
 Based on ASTM E-230 

THERMOCOUPLE TYPES 

 All thermocouples have a corresponding color code per ASTM E-230 (replaces ANSI 
MC96.1) 
 Consult the Pyromation catalog page GEN-6 for a complete list of American color 
codes 

BASE METAL THERMOCOUPLES 

 Base metal thermocouples are known as Types E, J, K, T and N and comprise the 
most commonly used category of Thermocouple. The conductor materials in base 
metal thermocouples are made of common and inexpensive metals such as Nickel, 
Copper and Iron. 

 Type E: The Type E thermocouple has a Chromel (Nickel-10% Chromium) 
positive leg and a Constantan (Nickel- 45% Copper) negative leg. Type E has a 
temperature range of -330 to 1600F, has the highest EMF Vs temperature values of 
all the commonly used thermocouples, and can be used at sub-zero temperatures. 
Type E thermocouples can be used in oxidizing or inert atmospheres, and should not 
be used in sulfurous atmospheres, in a vacuum or in low oxygen environments where 
selective oxidation will occur. The color code for TYPE E wire is purple and red. 

 Type J: The Type J thermocouple has an Iron positive leg and a Constantan 
negative leg. Type J thermocouples can be used in vacuum, oxidizing, reducing and 
inert atmospheres. Due to the oxidation (rusting) problems associated with the iron 
leg, care must be used when using this thermocouple type in oxidizing environments 
above 1000F. The temperature range for Type J is 32 to 1400F and it has a wire 
color code of white and red. THERMOCOUPLE THEORY 
 Page 4

 Type K: The Type K thermocouple has a Chromel positive leg and an Alumel 
(Nickel- 5% Aluminum and Silicon) negative leg. Type K is recommended for use 
in oxidizing and completely inert environments. Because it’s oxidation resistance is 
better than Types E, J, and T they find widest use at temperatures above 1000F. 
Type K, like Type E should not be used in sulfurous atmospheres, in a vacuum or in 
low oxygen environments where selective oxidation will occur. The temperature 
range for Type K is -330 to 2300F and it’s wire color code is yellow and red. 

 Type N: The Type N thermocouple has a Nicrosil (Nickel-14% Chromium- 1.5% 
Silicon) positive leg and a Nisil (Nickel- 4.5% Silicon- .1% Magnesium) negative 
leg. Type N is very similar to TYPE K but is less susceptible to selective oxidation 
effects. Type N should not be used in a vacuum or in reducing atmospheres in an 
unsheathed condition. The temperature range is 32-2300 deg F and its wire color code 
is orange and red. 

 Type T: The Type T thermocouple has a Copper positive leg and a Constantan 
negative leg. Type T thermocouples can be used in oxidizing, reducing or inert 
atmospheres, except the copper leg restricts their use in air or oxidizing environments 
to 700F or below. The temperature range for Type T is -330 to 700F and it’s wire 
color code is blue and red. 

NOBLE METAL THERMOCOUPLE TYPES 

 Noble Metal Thermocouples are another category of thermocouples and are made of 
the expensive precious metals Platinum and Rhodium. There are three types of noble 
metal thermocouples: 
 Type B (Platinum/Platinum-30% Rhodium) 
 Type R (Platinum/Platinum-13% Rhodium) 
 Type S (Platinum/Platinum-10% Rhodium) 

 Types R and S have temperature ranges of 1000 to 2700F and Type B thermocouples 
have a temperature range of 32 to 3100F. 

 As can be seen above, the difference between these three thermocouples is the amount 
of Rhodium contained in the negative leg. Types R and S can exhibit excessive grain 
growth in the platinum when exposed to the higher end of its temperature range. The 
increased amount of Rhodium in the Type B thermocouple helps to reduce the grain 
growth problem allowing for a slightly increased temperature range. 

 Noble metal thermocouples are intended for use in oxidizing or inert atmospheres. 
They must not be used in reducing atmospheres or in applications containing metallic 
or nonmetallic vapors. Noble metal thermocouples are soft and prone to being 
damaged if mishandled. These thermocouple assemblies are usually assembled in 
ceramic insulators and supplied with ceramic protection tubes. Noble metals should 
never be supplied in metal protection tubes only. The color code for Types R and S is 
black and red, and the color code for Type B is gray and red. THERMOCOUPLE THEORY 
 Page 5


Refractory Metal Thermocouples 

 Refractory Metal Thermocouples are the last category of thermocouple that 
Pyromation manufactures. These thermocouples are made of the exotic metals 
Tungsten and Rhenium, which are expensive, difficult to manufacture, brittle, and 
must be handled carefully. There are three types of refractory metal thermocouples: 
 Type G (Tungsten/Tungsten 26% Rhenium) 
 Type D (Tungsten 3% Rhenium/Tungsten 26% Rhenium) 
 Type C (Tungsten 5% Rhenium/Tungsten 26% Rhenium) 

 (Note: The Type designations listed for the refractory thermocouples are industry 
standard designations, not standardized thermocouple types) 

 All of these types have a temperature range of 32-4200 deg F. Refractory metal 
thermocouples are normally used in vacuum furnaces beyond the temperature 
capabilities of platinum. They are seldom used below approximately 2500F since 
there are other thermocouple types more suited for the lower temperatures. Refractory 
metal thermocouples and their associated refractory metal protection tubes must not 
be used in the presence of oxygen at temperatures above 500°F. 

 The color code for refractory thermocouples are: 
 Type G: White with blue tracer and red 
 Type D: White with yellow tracer and red 
 Type C: White with red tracer and red 

LIMITS OF ERROR 

 Tolerances now covered by ASTM E-230 
 T/C wire is manufactured, then tested and sorted by accuracy. 
 Refer to Pyromation catalog page GEN-5 

THERMOCOUPLE RULES OF THE ROAD 

 The most important rule to remember when manufacturing thermocouples is that red 
is always negative! (For domestic manufacturers) 

 The second most important rule to remember is that red is always negative! 
Regardless of the T/C type, the red leg is the negative leg. This is different than your 
car battery or a DC circuit. 

 Each thermocouple type has a different color code, which is shown on the handout. 
This will allow you to make sure that you are using the right calibration plug or jack 
with the right T/C. 
 THERMOCOUPLE THEORY 
 Page 6

 It is very important to memorize the color codes for types K, J, T, E, and N. 

 Thermocouple types J and K have one leg, which is magnetic. This is one of the 
easiest ways to determine polarity if there is no color-coding to help (as with MgO 
T/C’s). If you were to refer to the THERMOCOUPLE TYPE COLOR CODE catalog 
handout, it has a column that indicates the magnetic leg. 

 On the type J thermocouple, the POSITIVE leg is strongly magnetic. According to the 
handout, the white leg would be the magnetic leg. 

 With the type K T/C, the RED OR NEGATIVE leg is the magnetic leg. It is not as 
strongly magnetic and can be hard to detect on smaller diameter wire. 

 These are the only two types of thermocouples that have a magnetic leg so if a magnet 
sticks to one of the wires, you know it is type K or J. 

 Color codes and magnetic legs are just tools to help assure that our connections are 
made properly. 


THERMOCOUPLE MYTHS 

 There should never be a third metal in the hot junction 
To create a thermocouple junction, all that is needed is to electrically short the ends 
together. Butting the wire ends against a metal surface will create a junction. 
Remember, that the thermocouple signal is generated over the entire length of wire. 

 You must use special limits of error extension wire if your thermocouple is special 
limits 
This is not necessary if the extension wire is outside the temperature gradient area. 
Although the signal is generated over the entire length of wire, the important area is 
the gradient between the hot and ambient areas. 

 Non-thermocouple materials cannot be used in the thermocouple circuit. 
It is permissible to use non-thermocouple materials as terminal blocks or splices as 
long as there is no temperature gradient across these devises. 

 I can get an average temperature just by wiring my thermocouples in parallel. 
To get a true average, all thermocouples in a parallel circuit must be the same length 
or have the same resistance. 

 The largest possible extension wire should be used to connect a thermocouple. 
This phrase used to be true 30 years ago before there was solid-state electronics. The 
old instruments were Voltage based circuits and resistance was critical. The newer 
solid-state electronics are current based so extension wire resistance is not important. 

Minggu, 09 Februari 2014

Ultrasonic sensor Aplication

Using Ultrasonic Sensors to Measure and Log Oil Tank Levels

Mike] lives in a temperate rainforest in Alaska (we figured from his website’s name) and uses a 570 gallon oil tank to supply his furnace. Until now, he had no way of knowing how much oil was left in the tank and what his daily usage was. As he didn’t find any commercial product that could do what he wanted, . In his write-up, [Mike] started by listing all the different sensors he had considered to measure the oil level and finally opted for an ultasonic sensor. In his opinion, this kind of sensor is the best compromise between cost, ease of use, range and precision for his application. The precise chosen model was the ping))) bought from our favorite auction website for around $2.5.
[Mike] built the custom enclosure that you can see in the picture above using PVC parts. Enclosed are the ultrasonic sensor, a temperature sensor and an LED indicating the power status. On the other side of the CAT5 cable can be found an Arduino compatible board with an XBee shield and a 9V battery. Using another XBee shield and its USB adapter board, [Mike] can now wirelessly access the tank oil level log from his computer.

Electromagnetic Flow Meter


Electromagnetic Flowmeter merupakan jenis flow meter yang mempunyai populasi tertinggi untuk Flowmeter yang digunakan mengukur aliran fluid baik berupa air atau cairan lainnya baik aliran yang corosive, kotor dan lumpur. Karena pemakiannya yang cukup banyak sebagian besar para produsen flow meter mempunyai produk jenis electromagnetic flow meter.



Electromagnetic Flowmeter yang paling banyak digunakan dalam aplikasi pengukuran aliran air dan limbah dan chemical. Sebagaian besar aplikasi dari pemakaian Elecromagnetic flow meter adalah untuk dunia industri seperti industri makanan, minuman, farmasi, perhotelan dan pengolahan limbah karena harus menggunakan flowmeter yang memenuhi persyaratan sanitasi.

Electromagnetic Flow Meter banyak dipakai pada aplikasi pengukuran liquid yang berupa cairan dan lumpur, yang mempunyai sifat penghantar listrik ( electrically conductive) dimana komponen utama dari flowmeter electromagnetic adalah berupa adalah tabung flow (unsur utama) yang di pasng kumparan listrik baik didalam tabung maupun diluar flow tube.


Pressure drop di flow meter electromanetic adalah sama seperti halnya aliran liquid yang melalui pipa panjang, hal ini dikarenakan karena tidak ada bagian yang bergerak atau hambatan untuk flow. Voltrmeter posisinya ada yang dipasang langsung pada tabung flowmeter yang sering disebut dengan sistem local atau bisa juga dipasang di tempat lain yang dihubungkan dengan kabel sesuai dengan kondisi lapangan dimana ini sering disebut dengan sistem remote.

Magnetic flowmeters pada prinsipnya menggunakan Hukum Faraday tentang induksi elektromagnetik. Menurut prinsip ini, ketika medium konduktif melewati medan magnet, tegangan yang dihasilkan. tegangan ini berbanding lurus dengan kecepatan medium konduktif, kerapatan medan magnet, dan panjang konduktor. Dalam Hukum Faraday, ketiga nilai tersebut dikalikan bersama-sama, bersama dengan konstan, untuk menghasilkan besarnya tegangan. karena itu cairan yang diukur oleh flowmeter electromagnetic harus bersifat sebagai conductor electric.

Magnetic Flow meter memiliki keunggulan utama bahwa flowmeter electromagnetic ini dapat mengukur cairan konduktif dan cairan korosif dan lumpur, dan Akurasi pengukuran flow cukup akurat
Keterbatasan utama untuk magnetic flow meter adalah tidak dapat mengukur hidrokarbon (yang nonconductive), dan karenanya tidak banyak digunakan dalam minyak dan gas dan industri pengolahan.






Robot  pendeteksi kebocoran nuklir
Sebagai pekerja terus bergulat dengan powerplant Fukushima Daiichi rusak nuklir di Jepang, krisis telah bersinar sorotan pada reaktor nuklir di seluruh dunia. Pada bulan Juni, The Associated Press merilis hasil dari penyelidikan selama setahun, mengungkapkan bukti “memakai henti” dalam banyak berjalan tertua-fasilitas di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut menemukan bahwa tiga perempat dari situs nuklir negara itu telah bocor reaktor tritium radioaktif dari pipa terkubur yang mengangkut air untuk kapal reaktor dingin, sering mencemari air tanah. Menurut laporan terbaru oleh Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS, industri memiliki metode terbatas untuk memonitor kebocoran pipa bawah tanah untuk.
“Kami memiliki 104 reaktor di negara ini,” kata Harry Asada, Profesor Ford Teknik di Departemen Teknik Mesin dan direktur dari MIT d’Arbeloff Laboratorium Sistem Informasi dan Teknologi. “Lima puluh dua dari mereka adalah 30 tahun atau lebih, dan kita perlu solusi segera untuk menjamin operasi yang aman dari reaktor.”
Asada mengatakan salah satu tantangan utama bagi inspektur keselamatan adalah mengidentifikasi korosi pada pipa bawah tanah sebuah reaktor. Saat ini, inspektur tanaman menggunakan metode tidak langsung untuk memantau pipa terkubur: menghasilkan gradien tegangan untuk mengidentifikasi area mana pelapis pipa mungkin telah berkarat, dan menggunakan gelombang ultrasonik untuk panjang pipa untuk layar retak. Pemantauan hanya langsung membutuhkan menggali pipa dan visual memeriksa mereka – sebuah operasi yang mahal dan waktu-intensif.
Sekarang Asada dan koleganya di d’Arbeloff Laboratorium bekerja pada pemantauan langsung alternatif: kecil, telur berukuran robot yang dirancang untuk menyelam ke dalam reaktor nuklir dan berenang melalui pipa bawah tanah, memeriksa tanda-tanda korosi. Para petugas patroli bawah air, dilengkapi dengan kamera, mampu menahan ekstrim reaktor, lingkungan radioaktif, transmisi gambar secara real-time dari dalam.
Kelompok ini disajikan rincian prototipe terbaru pada Konferensi Internasional IEEE pada 2011 Robotika dan Otomasi.
Cannonball!
Pada pandangan pertama, inspektur Asada robot terlihat seperti tidak lebih dari sebuah meriam logam kecil. Tidak ada baling-baling atau kemudi, atau mekanisme yang jelas pada permukaannya kekuasaan robot melalui lingkungan bawah air. Asada mengatakan seperti “pelengkap,” umum dalam banyak kendaraan bawah air otonom (AUVs), terlalu besar untuk tujuan-Nya – robot dilengkapi dengan pendorong eksternal atau baling-baling dengan mudah akan mengajukan dalam struktur rumit reaktor, termasuk probe sensor, jaringan pipa dan sendi. “Anda harus menutup pabrik hanya untuk mendapatkan robot keluar,” kata Asada. “Jadi kami harus membuat [desain kami] sangat gagal-aman.”
Dia dan mahasiswa pascasarjana nya, Anirban Mazumdar, memutuskan untuk membuat robot lingkup halus, merancang sistem propulsi yang dapat memanfaatkan kekuatan besar air mengalir melalui reaktor. Kelompok ini merancang katup khusus untuk beralih arah aliran dengan perubahan kecil dalam tekanan dan tertanam jaringan Y berbentuk katup dalam lambung, atau “kulit,” dari robot, kecil bulat, menggunakan 3-D pencetakan untuk membangun jaringan katup, lapis demi lapis. “Pada akhir hari, kita mendapatkan jaringan pipa akan di segala arah …,” kata Asada. “Mereka benar-benar kecil.”
Tergantung pada arah yang mereka ingin robot mereka untuk berenang, para peneliti dapat menutup berbagai saluran untuk menembak air melalui katup tertentu. Air tekanan tinggi mendorong membuka jendela di ujung katup, bergegas keluar dari robot dan menciptakan aliran jet yang mendorong robot dalam arah yang berlawanan.
Robo-patroli
Sebagai robot menavigasi sistem pipa, kamera onboard mengambil gambar di sepanjang interior pipa itu. Rencana awal Asada adalah untuk mengambil robot dan memeriksa gambar sesudahnya. Tapi sekarang ia dan murid-muridnya bekerja untuk melengkapi robot dengan komunikasi bawah laut nirkabel, menggunakan optik laser untuk mengirimkan gambar secara real time melintasi jarak sampai 100 meter.
Tim ini juga bekerja pada mekanisme “bola mata” yang akan membiarkan panci dan kemiringan kamera di tempat. Mahasiswa pascasarjana Ian Rust menjelaskan konsep tersebut sebagai mirip dengan bola hamster.
“Hamster Perubahan lokasi pusat massa bola dengan berlari ke sisi bola,” kata Karat. “Bola kemudian bergulir ke arah itu.”
Untuk mencapai efek yang sama, kelompok memasang sumbu dua gimbal dalam tubuh robot, yang memungkinkan mereka untuk mengubah pusat robot massa sewenang-wenang. Dengan setup ini, kamera, tetap ke luar robot, dapat menggeser dan miring sebagai robot tetap stasioner.
Asada membayangkan robot sebagai jangka pendek, petugas patroli pakai, dapat memeriksa pipa untuk beberapa misi sebelum mogok dari paparan radiasi berulang.
“Sistem ini memiliki kesederhanaan yang sangat menarik untuk ditempatkan di lingkungan yang bermusuhan,” kata Henrik Christensen, direktur Pusat Robotika dan Mesin Cerdas di Institut Teknologi Georgia. Christensen, yang tidak terlibat dalam pekerjaan, mengamati bahwa robot seperti Asada itu dapat berguna tidak hanya untuk pemantauan reaktor nuklir, tetapi juga untuk memeriksa ketat lainnya, ruang terbatas – pipa selokan kota yang luas, misalnya. “Salah satu ingin memiliki sistem yang dapat digunakan dengan biaya terbatas dan risiko, sehingga sistem otonomi ukuran minimal sangat menarik,” katanya.